Perbedaan permasalahan Masyarakat Perkotaan dan Pedesaan
Disini hukum rimba pun berlaku diamana yang kuat dia yang berkuasa dan yang lemah pasti akan tertindas. tidak ada lagi yang namanya tepo seliro. terjadilah kesenjangan sosial yang menyebabkan ketidak seimbangan dalam kehidupan perkotaan. dimana orang hanya akan memperdulikan dirinya sendiri dan tidak memperdulikan orang lain lagi. sekarang tinggal dari pemerintahan kota sendiri bagaimana mau menanganinya apakah kota tersebut mau di jadikan kota komersial atau kota budaya atau kota industri. sehingga karakteristik kota tersebut ada. kota dianggap dapat memenuhi kebutuhan semua orang karena berbeda dengan desa
*PERMASALAHAN SOSIAL MASYARAKAT PERKOTAAN
DEFINISI/PENGERTIAN MASALAH SOSIAL DAN JENIS/MACAM MASALAH SOSIAL DALAM MASYARAKAT
Menurut Soerjono Soekanto masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat.
Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya.
Masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara lain :
1. Faktor Ekonomi : Kemiskinan, pengangguran, dll.
2. Faktor Budaya : Perceraian, kenakalan remaja, dll.
3. Faktor Biologis : Penyakit menular, keracunan makanan, dsb.
4. Faktor Psikologis : penyakit syaraf, aliran sesat, dsb
*PERMASALAHAN SOSIAL MASYARAKAT PEDESAAN
Masyarakat Pedesaan (masyarakat tradisional)
a. Pengertian desa/pedesaan
Yang
dimaksud dengan desa menurut Sutardjo Kartodikusuma mengemukakan
sebagai berikut: Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat
tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri
Menurut
Bintaro, desa merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi ,sosial,
ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah),
dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.
Sedang menurut Paul H. Landis :Desa adalah pendudunya kurang dari 2.500 jiwa. Dengan ciri ciri sebagai berikut :
a) mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.
b) Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan
c) Cara
berusaha (ekonomi)adalah agraris yang paling umum yang sangat
dipengaruhi alam seperti : iklim, keadaan alam ,kekayaan alam, sedangkan
pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan
Dalam kamus sosiologi kata tradisional dari bahasa Inggris, Tradition artinya
Adat istiadat dan kepercayaan yang turun menurun dipelihara, dan ada
beberapa pendapat yang ditinjau dari berbagai segi bahwa, pengertian
desa itu sendiri mengandung kompleksitas yang saling berkaitan satu sama
lain diantara unsur-unsurnya, yang sebenarnya desa masih dianggap
sebagai standar dan pemelihara sistem kehidupan bermasyarakat dan
kebudayaan asli seperti tolong menolong, keguyuban, persaudaraan, gotong
royong, kepribadian dalam berpakaian, adat istiadat , kesenian
kehidupan moral susila dan lain-lain yang mempunyai ciri yang jelas.
Dalam
UU Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan pengertian desa sebagai kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah, yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan
asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam
system pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dari
defenisi tersebut, sebetulnya desa merupakan bagian vital bagi
keberadaan bangsa Indonesia. Vital karena desa merupakan satuan terkecil
dari bangsa ini yang menunjukkan keragaman Indonesia. Selama ini
terbukti keragaman tersebut telah menjadi kekuatan penyokong bagi tegak
dan eksisnya bangsa. Dengan demikian penguatan desa menjadi hal yang tak
bisa ditawar dan tak bisa dipisahkan dari pembangunan bangsa ini secara
menyeluruh.
Memang
hampir semua kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan pembangunan
desa mengedepankan sederet tujuan mulia, seperti mengentaskan rakyat
miskin, mengubah wajah fisik desa, meningkatkan pendapatan dan taraf
hidup masyarakat, memberikan layanan social desa, hingga memperdayakan
masyarakat dan membuat pemerintahan desa lebih modern. Sayangnya sederet
tujuan tersebut mandek diatas kertas.
Karena
pada kenyataannya desa sekedar dijadikan obyek pembangunan, yang
keuntungannya direguk oleh actor yang melaksanakan pembangunan di desa
tersebut : bisa elite kabupaten, provinsi, bahkan pusat. Di desa,
pembangunan fisik menjadi indicator keberhasilan pembangunan. Karena
itu, Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang ada sejak tahun 2000 dan
secara teoritis memberi kesempatan pada desa untuk menentukan arah
pembangunan dengan menggunakan dana PPK, orientasi penggunaan dananyapun
lebih untuk pembangunan fisik. Bahkan, di Sumenep (Madura), karena
kuatnya peran kepala desa (disana disebut klebun) dalam mengarahkan dana
PPK untuk pembangunan fisik semata, istilah PPK sering dipelesetkan
menjadi proyek para klebun.
Menyimak
realitas diatas, memang benar bahwa yang selama ini terjadi
sesungguhnya adalah “Pembangunan di desa” dan bukan pembangunan untuk,
dari dan oleh desa. Desa adalah unsur bagi tegak dan eksisnya sebuah
bangsa (nation) bernama Indonesia.
Kalaupun
derap pembangunan merupakan sebuah program yang diterapkan sampai
kedesa-desa, alangkah baiknya jika menerapkan konsep :”Membangun desa,
menumbuhkan kota”. Konsep ini, meski sudah sering dilontarkan oleh
banyak kalangan,
tetapi belum dituangkan ke dalam buku yang khusus dan lengkap. Inilah tantangan yang harus segera dijawab.
b. Ciri-ciri Masyarakat desa (karakteristik)
Dalam
buku Sosiologi karangan Ruman Sumadilaga seorang ahli Sosiologi “Talcot
Parsons” menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional (Gemeinschaft) yang mebngenal ciri-ciri sebagai berikut :
a. Afektifitas ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta , kesetiaan dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain dan menolongnya tanpa pamrih.
b. Orientasi kolektif sifat
ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu mereka mementingkan
kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan orang yang
berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman
persamaan.
c. Partikularisme pada
dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan keberlakuan
khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif,
perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelompok
tertentu saja.(lawannya Universalisme)
d. Askripsi yaitu
berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh
berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu
keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.(lawanya
prestasi).
e. Kekabaran (diffuseness). Sesuatu
yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara pribadi tanpa ketegasan
yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak
langsung, untuk menunjukkan sesuatu. Dari uraian tersebut (pendapat
Talcott Parson) dapat terlihat pada desa-desa yang masih murni
masyarakatnya tanpa pengaruh dari luar.
C. Perbedaan antara desa dan kota
Dalam
masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural
community) dan masyarakat perkotaan (urban community). Menurut Soekanto
(1994), per-bedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan
pengertian masyarakat sederhana, karena dalam masyarakat modern, betapa
pun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota.
Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada hakekatnya
bersifat gradual.
Kita
dapat membedakan antara masya-rakat desa dan masyarakat kota yang
masing-masing punya karakteristik tersendiri. Masing-masing punya sistem
yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses
sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan "berlawanan"
pula. Perbedaan ciri antara kedua sistem tersebut dapat diungkapkan
secara singkat menurut Poplin (1972) sebagai berikut:
Masyarakat Pedesaan
|
Masyarakat Kota
|
Perilaku homogen
Perilaku yang dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan kebersamaan
Perilaku yang berorientasi pada tradisi dan status
Isolasi sosial, sehingga statik
Kesatuan dan keutuhan kultural
Banyak ritual dan nilai-nilai sakral
Kolektivisme
|
Perilaku heterogen
Perilaku yang dilandasi oleh konsep pengandalan diri dan kelembagaan
Perilaku yang berorientasi pada rasionalitas dan fungsi
Mobilitas sosial, sehingga dinamik
Kebauran dan diversifikasi kultural
Birokrasi fungsional dan nilai-nilai sekular Individualisme
|
Warga
suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih
mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan
lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem
kekeluargaan (Soekanto, 1994). Selanjutnya Pudjiwati (1985), menjelaskan
ciri-ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah pertama-tama,
hubungan kekerabatan. Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih
memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya
hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang
genteng dan bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan
penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian,
hanya merupakan pekerjaan sambilan saja[1].
Golongan
orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan
penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka apabila ada
kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Nimpoeno (1992) menyatakan bahwa di
daerah pedesaan kekuasaan-kekuasaan pada umumnya terpusat pada individu
seorang kiyai, ajengan, lurah dan sebagainya.
Ada beberapa ciri yang dapat dipergunakan sebagai
petunjuk untuk membedakan antara desa dan kota. Dengan melihat
perbedaan perbedaan yang ada mudah mudahan akan dapat mengurangi
kesulitan dalam menentukan apakah suatu masyarakat dapat disebut sebagi
masyarakat pedeasaan atau masyarakat perkotaan.
Ciri ciri tersebut antara lain :
1) jumlah dan kepadatan penduduk
2) lingkungan hidup
3) mata pencaharian
4) corak kehidupan sosial
5) stratifiksi sosial
6) mobilitas sosial
7) pola interaksi sosial
8) solidaritas sosial
9) kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional
D. Hubungan Desa-kota, hubungan pedesaan-perkotaan.
Masyarakat
pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komonitas yang terpisah sama sekali
satu sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar diantara keduanya
terdapat hubungan yang erat. Bersifat ketergantungan, karena diantara
mereka saling membutuhkan. Kota tergantung pada dalam memenuhi kebutuhan
warganya akan bahan bahan pangan seperti beras sayur mayur , daging dan
ikan. Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi bagi jenis jenis
pekerjaan tertentu dikota. Misalnya saja buruh bangunan dalam proyek
proyek perumahan. Proyek pembangunan atau perbaikan jalan raya atau
jembatan dan tukang becak. Mereka ini biasanya adalah pekerja pekerja
musiman. Pada saat musim tanam mereka, sibuk bekerja di sawah. Bila
pekerjaan dibidang pertanian mulai menyurut, sementara menunggu masa
panen mereka merantau ke kota terdekat untuk melakukan pekerjaan apa
saja yang tersedia.
“Interface”,
dapat diartikan adanya kawasan perkotaan yang tumpang-tindih dengan
kawasan perdesaan, nampaknya persoalan tersebut sederhana, bukankah
telah ada alat transportasi, pelayanan kesehatan, fasilitas pendidikan,
pasar, dan rumah makan dan lain sebagainya, yang mempertemukan kebutuhan
serta sifat kedesaan dan kekotaan.
Hubungan
kota-desa cenderung terjadi secara alami yaitu yang kuat akan menang,
karena itu dalam hubungan desa-kota, makin besar suatu kota makin
berpengaruh dan makin menentukan kehidupan perdesaan.
Secara teoristik, kota merubah atau paling mempengaruhi desa melalui beberapa caar, seperti: (i) Ekspansi
kota ke desa, atau boleh dibilang perluasan kawasan perkotaan dengan
merubah atau mengambil kawasan perdesaan. Ini terjadi di semua kawasan
perkotaan dengan besaran dan kecepatan yang beraneka ragam; (ii) Invasi kota ,
pembangunan kota baru seperti misalnya Batam dan banyak kota baru
sekitar Jakarta merubah perdesaan menjadi perkotaan. Sifat kedesaan
lenyap atau hilang dan sepenuhnya diganti dengan perkotaan; (iii) Penetrasi kota ke desa, masuknya produk, prilaku dan nilai kekotaan ke desa. Proses ini yang sesungguhnya banyak terjadi; (iv) ko-operasi kota-desa,
pada umumnya berupa pengangkatan produk yang bersifat kedesaan ke kota.
Dari keempat hubungan desa-kota tersebut kesemuanya diprakarsai pihak
dan orang kota. Proses sebaliknya hampir tidak pernah terjadi, oleh
karena itulah berbagai permasalahan dan gagasan yang dikembangkan pada
umumnya dikaitkan dalam kehidupan dunia yang memang akan mengkota.
Sumber :
http://apakahandatau.blogspot.com/2012/01/perbedaan-permasalahan-masyarakat.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar